ASUHAN
KEPERAWATAN RHEUMATIK HEART DESEASE (RHD)
RHEUMATIK HEART DESEASE
(RHD)
1.
PENGERTIAN RHD
Penyakit
jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih
gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul
subkutan dan Eritema marginatum.
Penyakit
Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Sindroma
klinik sebagai akibat infeksi streptococcus Beta hemolitikus group A dengan
salah satu atau lebih gejala mayor. Rheumatik Heart Desease ini merupakan :
·
Reaksi
radang akut
·
Beta
hemolitikus streptococcus group A
·
Sering
pada infeksi pharynx berulang
·
Bersifat
asimtomatis
·
Usia anak
5 Tahun-15 Tahun
·
Proses
sampai sekarang belum jelas
2.
ANATOMI FISIOLOGI RHD
Seseorang
yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka
sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh
kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang
mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran
tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah
menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami
perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau
menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
3.
ETIOLOGI RHD
Faktor-faktor predisposisi yang
berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
Ø Faktor-faktor
pada individu
1. Faktor genetik
Adanya
antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Faktor genetik
Demam
reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data
di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik
lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur
agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik
/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan
pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun
atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens
infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa
penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan
gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari
penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin
ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Ø Faktor-faktor
lingkungan
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin
ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial
ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni
padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak
yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam
reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah
yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga
semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik
lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan
cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
Dampak dari RHD
·
Terjadi
jaringan parut pada selaput jantung
·
Pada
myocardium umumnya reversible
·
Dapat
menimbulkan kelainan katup jantung, bila berlangsung kronis
·
Elastisitas
myocard menurun
·
Menurunnya
fungsi jantung
·
Mitral
stenosis 40%
·
Mitral
insufisiensi 40%
·
Aorta
stenosis 40%
·
Aorta
insufisiensi 15%
4. PATOFISIOLOGI RHD
Infeksi pada saluran pernapasan yang ditimbulkan oleh
sejenis kuman, maka antigen yang terdapat dalam kuman tersebut bentuknya
bermacam-macam jenis protein yang akan menimbulkan antibodi. Mengandalkan
antigen antibod reaction akan terbentuk Ag-Ab complek yang akan terdefosit pada
jaringan ikat, terutama jaringan ikat synovial, endocardium, pericardium,
pleura sehingga menyebabkan reaksi radang granulomatous spesifik (Aschoff
bodies), gejala yang ditimbulkan bervariasi.
5. TANDA DAN GEJALA RHD
Gejala Klinis
Umum
·
Panas
beberapa hari
·
Batuk,
sakit waktu menelan
·
Anorexia,
sampai muntah
·
Pharynx
merah/heperemia
·
Pembesaran
kelenjar getah bening
·
Nyeri
sendi beberapa hari sampai beberapa minggu\
Tanda dan gejala RHD menurut
criteria T. Jones
·
2
manifestasi mayor atau
·
1
manifestasi mayor + 2 minor
Manifestasi
mayor
·
Karditis
Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang
mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa
lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi,
disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin
lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
·
Arthritis
Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam
reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi
muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
·
Nodul
subcutan
Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran
antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di
permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian
kaki.
·
Eritema
marginatum
Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien.
Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang
tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak
melibatkan wajah.
·
Korea
Manifestasi minor
·
Demam
beberapa hari
·
Nyeri
sendi beberapa sendi
·
LED
meningkat
·
ASO
meningkat
·
Swab
tenggorokan ditemukan streptococcus
·
Perpanjangan
interval P-R
Manifestasi
Mayor
Manifestasi Minor
|
. Karditis
Klinis :
.
Poliartritis
. Demam
.
Khorea
. Arthralgia
. Eritema
marginatum
. Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
. Nodul
subkutan
Laboratorium :
. Reaksi fase akut :
-
![]()
- CRP +
- Interval P-R memanjang
Ditambah
bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASO atau titer
antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan
tenggorokan positif streptokokus grup A, atau demam skarlatina.
|
6. MANIFESTASI KLINIS RHD
Perjalanan
klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium :
Stadium I
Stadium I
Berupa
infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium II
Stadium
ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Stadium III
Yang
dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia,
Lekas tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia,
Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut
Stadium IV
Stadium IV
Disebut
juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
Pada
penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini
baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan fisik
ü Inspeksi
-
Pharynx
heperemis
-
Kelenjar
getah bening membesar
-
Pembengkakan
sendi
-
Tonjolan
di bawah kulit daerah kapsul sendi
-
Ada
gerakan yang tidak terkoordinasi
ü Palpasi
-
Nyeri
tekan persendian
-
Tonjolan
keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
ü Auskultasi
-
Murmur
sistolik injection dan friction rub
b) Pemeriksaan Penunjang
ü ECG
: Perpanjangan interval P-R
ü Radiologi
: - Thorax Foto : cardiomegali
- Foto sendi : tidak
spesifik
ü Laboratorium
-
Hemoglobin
: kurang dari normal
-
LED
: meningkat
-
C-Rp
: positif
-
ASO
: positif
-
Swab
tenggorokan
: streptococcus positif
8.
KOMPLIKASI
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak
menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu
memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung,
kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua
faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara
klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah
menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit
primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang
bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam
cavum pericard.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a.
Pengobatan
Ø Eradiksi kuman :
-
Penecilin
600.000-1,2 juta 1 kali
-
Eritromisin
20 mg/kg/BB 2 kali selama 10 hari
Ø Anti imflamasi :
-
Salicilat
dan steroid dosis sesuai indikasi
Apabila
diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi
oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim
Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat
antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita
yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian
erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya
diberikan adalah Cortisone and Aspirin.
Penderita
dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir
tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung,
endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi
tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita
Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita
dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi
keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau
intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas
tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up
jangka panjang.
b. Perawatan
-
Istirahat
mutlak selama periode serangan
-
Jika ada
penyakit jantung, posisi semi fowler
-
Oksigenasi
-
Diet lunak
rendah garam
-
Kontrol
swab tenggorokan secara teratur
Pencegahan
a. Profilaksis primer
-
Pengobatan
adekuat
b. Profilaksis sekunder
Setelah
diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya kelainan jantung:
-
Bila tidak
ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun terus menerus,
minimal usia 18 tahun.
-
Bila ada
kelainan jantung sampai usia 25 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
Pengkajian
-
Lakukan
pengkajian fisik rutin
-
Dapatkan
riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus
antesenden.
-
Observasi
adanya manifestasi demam rematik.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan
dengan disfungsi myocardium
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan
dengan proses infeksi penyakit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan
dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
Intervensi & Rasional
-
Beri digoksin
sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk
mencegah toksisitas.
-
Kaji tanda-
tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
-
Seringkali
diambil strip irama EKG
-
Jamin masukan
kalium yang adekuat
-
Observasi
adanya tanda-tanda hipokalemia
-
Beri
obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan
curah jantung
-
Untuk mencegah terjadinya
toksisitas
-
Mengkaji status
jantung
-
Penurunan kadar
kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan
dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
-
Kaji saat
timbulnya demam
-
Observasi
tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
-
Berikan
penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
-
Berikan
penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
-
Jelaskan
pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan
-
Anjurkan klien
untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
-
Berikan kompres
hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
-
Berikan
antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
-
Tanda-tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
-
Penjelasan
tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan
keluarga
-
Untuk mengatasi
demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
-
Keterlibatan
keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
-
Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
-
Kompres akan
dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu
meningkatkan penguapan panas tubuh
-
Antipiretika
yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga
suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
-
Kaji
faktor-faktor penyebab
-
Jelaskan
pentingnya nutrisi yang cukup
-
Anjurkan klien
untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
-
Lakukan
perawatan mulut yang baik setelah muntah
-
Ukur BB setiap
hari
-
Catat jumlah
porsi yang dihabiskan klien
-
Penentuan
factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
-
Meningkatkan
pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi
makanan
-
Menghindari
mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
-
Bau yang tidak
enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
-
BB merupakan
indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
-
Mengetahui
jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4. Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
-
Kaji tingkat
nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe
nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
-
Kaji
factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
-
Berikan posisi
yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
-
Berikan suasana
gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan
keluarga)
-
Berikan
kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
-
-
Dengan
melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami
-
Reaksi pasien
terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon
individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
-
Mengurangi
rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
-
Dengan
melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami
-
Tetap
berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia
dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
- Mengurangi
nyeri dengan efek farmakologik
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istrahat
Gejala
: Kelelahan, kelemahan.
Tanda
: Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi,
jatuh pingsan.
Tanda :
Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub,
murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.
c. Eliminasi
Gejala
: Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda
: Urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada
anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring;
nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku
distraksi, mis: gelisah.
e. Pernapasan
Gejala
: dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea,
bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah
(edema pulmonal).
f. Keamanan
Gejala
: Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda
: Demam.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi.
b. Intoleran aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e. Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
C.
INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi.
Tujuan
: nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi
:
1. Selidiki laporan nyeri dada dan
bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang
intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap
nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi
pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk
mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan
derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya
nyeri.
2. Berikan lingkungan istirahat dan
batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan
dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3. Berikan aktivitas hiburan yang
tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian,
memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi.
Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih
efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan
ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid
dan antipiretik sesuai indikasi.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan
respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan.
b. Intoleran aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan
: Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi
:
1. Kaji toleransi pasien terhadap
aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas
frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan
berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons
fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan
aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi
perawatan diri.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama
berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan
anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan
sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi
dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi
terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
Tujuan
: menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi
:
1. Pantau TD, nadi apikal, nadi
perifer.
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan
curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap
dekompensasi.
2. Tingkatkan/dorong tirah baring
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali
ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan
regangan jantung.
3. Bantu dengan aktivitas sesuai
indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung.
4. Berikan oksigen suplemen sesuai
indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan
miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung. Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung. Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan filtrasi glomerulus.
Tujuan
: Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda
vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran,
catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat badan tiap
hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan
fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif
berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat
menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
2. Berikan diuretik contoh furosemid
(Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ : Menghambat reabsorpsi
natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan
cairan total tubuh dan edema paru.
3. Pantau elektrolit serum, khususnya
kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai
respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia mencetus
pasien pada gangguan irama jantung.
4. Berikan cairan IV melalui alat
pengontrol.
R/
: Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
5. Batasi cairan sesuai indikasi (oral
dan IV).
Diperlukan
untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
6. Berikan batasan diet natrium sesuai
indikasi.
R/
: Menurunkan retensi cairan.
e. Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan
Tujuan
: menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi
:
1. Pantau respons fisik, contoh
palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas
sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan
non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh
mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/ : Membantu perhatian mengarahkan
kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
3. Dorong ventilasi perasaan tentang
penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji
keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk
mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat mengganggu
pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam
rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu
memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik
relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
R/ : Memberikan arti
penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
D. EVALUASI
a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
b. Menunjukan peningkatan yang dapat
diukur dalam toleransi aktivitas.
c. Melaporkan/menunjukan penurunan
episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan
haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada
edema.
e. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Brunner dan Suddarth. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ø Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku
Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Ø Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Ø Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Ø Price, Sylvia Anderson. 2005.
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Ø Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar