Sabtu, 04 Oktober 2014

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Rheumatic Heart Desease (RHD)



ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATIK HEART DESEASE (RHD)
RHEUMATIK HEART DESEASE
(RHD)

1.      PENGERTIAN RHD
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Sindroma klinik sebagai akibat infeksi streptococcus Beta hemolitikus group A dengan salah satu atau lebih gejala mayor. Rheumatik Heart Desease ini merupakan :
·         Reaksi radang akut
·         Beta hemolitikus streptococcus group A
·         Sering pada infeksi pharynx berulang
·         Bersifat asimtomatis
·         Usia anak 5 Tahun-15 Tahun
·         Proses sampai sekarang belum jelas






2.      ANATOMI FISIOLOGI RHD

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

3.      ETIOLOGI RHD
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Ø  Faktor-faktor pada individu


1.      Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2.      Faktor genetik
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3.      Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4.       Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5.      Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6.      Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.


Ø  Faktor-faktor lingkungan
1.      Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2.      Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3.      Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
            Dampak dari RHD
·         Terjadi jaringan parut pada selaput jantung
·         Pada myocardium umumnya reversible
·         Dapat menimbulkan kelainan katup jantung, bila berlangsung kronis
·         Elastisitas myocard menurun
·         Menurunnya fungsi jantung
·         Mitral stenosis 40%
·         Mitral insufisiensi 40%
·         Aorta stenosis 40%
·         Aorta insufisiensi 15%
4.      PATOFISIOLOGI RHD


Infeksi pada saluran pernapasan yang ditimbulkan oleh sejenis kuman, maka antigen yang terdapat dalam kuman tersebut bentuknya bermacam-macam jenis protein yang akan menimbulkan antibodi. Mengandalkan antigen antibod reaction akan terbentuk Ag-Ab complek yang akan terdefosit pada jaringan ikat, terutama jaringan ikat synovial, endocardium, pericardium, pleura sehingga menyebabkan reaksi radang granulomatous spesifik (Aschoff bodies), gejala yang ditimbulkan bervariasi.
5.      TANDA DAN GEJALA RHD
Gejala Klinis Umum
·         Panas beberapa hari
·         Batuk, sakit waktu menelan
·         Anorexia, sampai muntah
·         Pharynx merah/heperemia
·         Pembesaran kelenjar getah bening
·         Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa minggu\



Tanda dan gejala RHD menurut criteria T. Jones
·         2 manifestasi mayor atau
·         1 manifestasi mayor + 2 minor
Manifestasi mayor
·         Karditis
Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
·         Arthritis
Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.

·         Nodul subcutan
Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
·         Eritema marginatum
Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
·         Korea


Manifestasi minor
·         Demam beberapa hari
·         Nyeri sendi beberapa sendi
·         LED meningkat
·         ASO meningkat
·         Swab tenggorokan ditemukan streptococcus
·         Perpanjangan interval P-R

Manifestasi Mayor                 Manifestasi Minor
. Karditis                                   Klinis :
. Poliartritis                               .  Demam
. Khorea                                    . Arthralgia
. Eritema marginatum               . Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
. Nodul subkutan                      Laboratorium :
                                                  . Reaksi fase akut :
LED      , lekositosis
-  CRP +        - Interval P-R memanjang
Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASO atau titer antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan tenggorokan positif streptokokus grup A, atau demam skarlatina. 






6.      MANIFESTASI KLINIS RHD
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium :

Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a)      Pemeriksaan fisik
ü  Inspeksi
-          Pharynx heperemis
-          Kelenjar getah bening membesar
-          Pembengkakan sendi
-          Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
-          Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
ü  Palpasi
-          Nyeri tekan persendian
-          Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
ü  Auskultasi
-          Murmur sistolik injection dan friction rub

b)      Pemeriksaan Penunjang
ü  ECG                : Perpanjangan interval P-R
ü  Radiologi        : - Thorax Foto : cardiomegali
  -  Foto sendi : tidak spesifik
ü  Laboratorium 
-          Hemoglobin                      : kurang dari normal
-          LED                                  : meningkat
-          C-Rp                                 : positif
-          ASO                                  : positif
-          Swab tenggorokan                        : streptococcus positif

8.      KOMPLIKASI
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.

9.      PENATALAKSANAAN MEDIS

a.       Pengobatan
Ø  Eradiksi kuman :
-          Penecilin 600.000-1,2 juta 1 kali
-          Eritromisin 20 mg/kg/BB 2 kali selama 10 hari
Ø  Anti imflamasi :
-          Salicilat dan steroid dosis sesuai indikasi
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
b.      Perawatan
-          Istirahat mutlak selama periode serangan
-          Jika ada penyakit jantung, posisi semi fowler
-          Oksigenasi
-          Diet lunak rendah garam
-          Kontrol swab tenggorokan secara teratur
Pencegahan
a.      Profilaksis primer
-          Pengobatan adekuat
b.      Profilaksis sekunder
Setelah diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya kelainan jantung:
-          Bila tidak ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun terus menerus, minimal usia 18 tahun.
-          Bila ada kelainan jantung sampai usia 25 tahun.










ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Pengkajian
-          Lakukan pengkajian fisik rutin
-          Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
-          Observasi adanya manifestasi demam rematik.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
-          Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
-          Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
-          Seringkali diambil strip irama EKG
-          Jamin masukan kalium yang adekuat
-          Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
-          Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung
-          Untuk mencegah terjadinya toksisitas
-          Mengkaji status jantung
-          Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
-          Kaji saat timbulnya demam
-          Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
-          Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
-          Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
-          Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
-          Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
-          Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
-          Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
-          Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
-          Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
-          Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
-          Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
-          Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
-          Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
-          Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
-          Kaji faktor-faktor penyebab
-          Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
-          Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
-          Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
-          Ukur BB setiap hari
-          Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
-          Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
-          Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
-          Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
-          Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
-          BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
-          Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
-          Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
-          Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
-          Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
-          Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
-          Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
-          -          Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
-          Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
-          Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
-          Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
-          Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
-          Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik




ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

A.      PENGKAJIAN
a.    Aktivitas/istrahat
Gejala      :  Kelelahan, kelemahan.
Tanda       :  Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.

b.    Sirkulasi
Gejala      :  Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda       :  Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur,  edema, petekie, hemoragi splinter.

c.    Eliminasi
Gejala      :  Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda       :  Urine pekat gelap.

d.   Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala      :  Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda       :  Perilaku distraksi, mis: gelisah.

e.    Pernapasan
Gejala      :  dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda       :  takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah (edema pulmonal).

f.     Keamanan
Gejala      :  Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda       :  Demam.


B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
b.    Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
c.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
d.   Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C.       INTERVENSI
a.    Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan        : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi   :
1.    Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan).
R/    : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
2.    Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/    : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3.    Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/    : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
4.    Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/    : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5.    Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.
R/    : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan.


b.    Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan        : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi   :
1.    Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/    : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
2.    Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/    : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3.    Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/    : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4.    Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/    : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5.    Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/    : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

c.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
Tujuan          :  menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi     : 
1.    Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/    : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.


2.    Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/    : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
3.    Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur.
R/    : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan         jantung.
4.    Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/    : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.
5.    Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/    : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung. Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.

d.   Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
Tujuan        : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1.    Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat badan tiap hari.
R/    : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
2.    Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/    : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
3.    Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila diindikasikan.
R/    : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.


4.    Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/    : Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
5.    Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
6.    Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/    : Menurunkan retensi cairan.

e.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan        : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi   :
1.    Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/    : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal.
2.    Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/    : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
3.    Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/    : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4.    Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
R/    : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.
5.      Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
R/  : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan  relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.


D.      EVALUASI
a.    Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
b.    Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
c.    Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
d.   Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
e.    Menunjukan perilaku untuk menganani stress.







DAFTAR PUSTAKA

Ø  Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ø  Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Ø  Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Ø  Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Ø  Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Ø  Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar